Ekspedisi Lereng Merapi - Catatan Perjalananku: Hari Ketiga

Candi Asu & Candi Pendem


Pagi-pagi sekali, kami bangun untuk pergi ke Candi Asu. Kami membawa bekal pisang rebus dan ubi goreng yang telah disediakan oleh kakak-kakak untuk perjalanan. Kami berjalan kaki ke candi. Perjalanan itu cukup jauh, tapi aku menikmatinya karena ada banyak teman yang bisa kuajak ngobrol. Aku dan Kak Rayda malah salah jalan karena kami keasyikan ngobrol tentang mendaki gunung! Untung ketika kami salah jalan, Kak Inu langsung memanggil kami :p  Tapi, sesampainya kami di Candi Asu, candi itu malah tutup, jadi kami lanjut ke Candi Pendem.


Berangkat ke candi

Ketika kami sampai, kami melihat bahwa Candi Pendem terpendam di bawah tanah sekitar dua meter. Sehingga waktu kami masuk, kami harus turun dulu. Menurut dugaan, Candi Pendem terpendam karena erupsi Merapi. Tanah yang asli adalah tanah di mana candi itu berdiri. Perubahan itu tak terasa setelah pembangunan candi itu di tahun 800/900 sampai tahun 2019 ini. Itu berarti setiap erupsi Merapi, setiap tahunnya tanah hanya menambah beberapa senti saja. Oleh karena itu, warga tidak merasakan adanya perubahan.


Di Candi Pendem

Di candi, kami bermain mencari relief dan mencocokkannya dengan foto yang diberikan. Permainan ini permainan per kelompok. Kami mencari foto-foto itu sampai menaiki candi dan mengitarinya. Untungnya, Candi Pendem adalah candi yang kecil. 


Kelompokku mencari relief

Setelah semuanya berhasil mencari relief-relief tersebut, Kak Inu menceritakan tentang kisah Candi Pendem. Ternyata, Candi Pendem dan Candi Asu itu dibangun untuk tempat beribadah umat Hindu oleh Kerajaan Mataram Kuno. 

Setelah Kak Inu menjelaskan tentang Candi Pendem, kami balik lagi ke Candi Asu. Namun ternyata candi itu masih tutup, jadi kami hanya bisa melihat dari luarnya saja. Kak Melly dan Kak Shanty lalu menjelaskan kami tentang air sembari kami makan jajan di luar candi.  Kak Melly menjelaskan bahwa candi selalu dibangun di dekat sungai karena bagi umat Hindu, air dianggap suci. Jika di suatu daerah tidak ada sungai, candi yang dibangun di sana pasti memiliki tempat-tempat penampungan air. Namun sayangnya, sungai-sungai sekarang banyak yang sudah tercemar oleh sampah plastik dan penambangan pasir. Penambangan pasir mengakibatkan air menjadi keruh dan kotor.


Di luar halaman Candi Asu

Selain masalah air, kami juga dijelaskan bahwa pembakaran sampah plastik mengakibatkan polusi udara. Itu karena plastik memilik zat kimia yang tidak baik untuk tubuh kita. Ketika dibakar, zat itu akan tercampur dengan udara yang sehari-hari kita hirup.

Main di Kali Senowo

Setelah dari candi, kami jalan kaki ke Kali Senowo dan bermain di sana. Seruuuu bangeeeet!!! Airnya segar, tapi keruh akibat penambangan pasir. Kali Senowo sendiri berada di bawah Jembatan Gantung Mangunsuko atau lebih dikenal warga sebagai Jembatan Jokowi karena Bapak Presiden Jokowi pernah datang ke sini untuk meresmikan jembatan gantung ini. Di sana, aku menyusun batu bersama kakakku, Alesha, dan Kak Rayda. Batu yang kami susun sudah cukup tinggi, tapi ketika kami pergi Brian dan Rakka malah merobohkannya! 


 Kami menyusun batu

Jadi deh!!!

Aku senang berada di Kali Senowo karena di sana adalah tempat bermain yang sangat seru, pemandangannya juga sangat indah. Aku sendiri memang suka jika disuruh basah-basahan di sungai atau bermain di alam bebas. Hawa di sana sangat sejuk, dan airnya segar. Rasanya nyaman sekali di sana.




Kami di Kali Senowo

Nonton Festival Lima Gunung

Kami menonton Festival Lima Gunung setelah bermain di Kali Senowo. Yang dimaksudkan oleh lima gunung adalah Gunung Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, dan Pegunungan Menoreh. Dalam festival ini, warga kelima gunung ini akan berkumpul bersama. Festival ini sudah dilaksanakan setiap tahunnya sejak tahun 2001. Kebetulan, ketika kami berada di sini, Desa Sumber menjadi tuan rumahnya. Festival itu berisi pementasan tarian dan musik tradisional. 


Pementasan tari tradisional

Ketika menonton festival ini, aku tidak terlalu menikmatinya karena siang ini matahari bersinar sangat terik, aku kepanasan sekali. Ditambah lagi speaker-nya menurutku terlalu keras. Kami lalu beli es krim. Rasanya enak sekali makan es krim di hawa yang panas.


Kami membeli es krim 

Akhirnya kami pulang dari Festival Lima Gunung. Udara di jalan sejuk. Suasana di jalan tenang, rasanya lega sekali. Sesampainya di rumah Angel, kami diberi waktu istirahat. 


Eksplorasi Aktivitas Sosial Dusun Sumber #2

Bu Indar dan Sanggar Inklusinya
Ketika kumpul lagi di sanggar, kami membahas mindmap lagi. Kak Shanty yang membimbing kelompok kami. Kak Shanty menyuruh kami mencari narasumber. Kami memiliki waktu selama 3 hari untuk menyusun mindmap dan mencari narasumber sebelum malam presentasi tanggal sembilan malam tiba. Kami sekelompok kemudian mulai mencari narasumber. Pertama-tama, kami pergi ke Sanggar Inklusi milik Bu Indar. Dari hasil wawancara kami, kami menemukan bahwa tempat itu adalah tempat bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus. Penggagas Sanggar Inklusi adalah Pastor. Pastor dan Bu Indar melihat bahwa ada beberapa umat gereja yang berkebutuhan khusus. Selain umat gereja, ada juga beberapa warga desa yang berkebutuhan khusus. Karena itu, terbentuklah Sanggar Inklusi  pada tahun 2018. Kata Bu Indar, tujuan sanggar itu dibangun adalah untuk merawat dan mengenalkan masyarakat yang berkebutuhan khusus kepada warga desa. Sejak saat itu, setiap hari Selasa, ada kegiatan di situ. Bu Indar dan kawan-kawan gerejanya akan memberi kegiatan terapi, games edukasi, dan bermain bersama-sama. Terkadang mereka juga membagi-bagi kursi roda dan sembako kepada masyarakat. Dana dari semua itu berasal dari donatur. Kini, warga yang mengikuti kegiata di sana ada 57 orang dari berbagai usia. Dari anak-anak sampai orang dewasa. Sanggar itu memang dibuka untuk umum.

Saat wawancara, Bu Indar sangatlah niat. Ia sampai membawa laptop untuk menunjukkan kami foto-foto dan video. Senang rasanya orang yang diwawancarai niat.

Pak Salim dan Sawahnya
Dari tempat Bu Indar, kami lanjut ke sawah. Sebenarnya, kami belum tahu siapa yang bakal kami wawancarai. Kami asal jalan-jalan saja, siapa tahu nanti kami bertemu petani yang bisa kami wawancarai. Dan benar saja, kami bertemu seorang petani di jalan. Petani itu adalah petani cabai yang ternyata bernama Pak Salim. Ia menanam 2 macam cabai, yaitu cabai keriting dan cabai bangkok (rawit merah). Selain cabai, ia juga menanam kubis. Semua tanamannya ia jual semua. Jam kerjanya adalah dari jam 07.00 - 16.00. 


Wawancara dengan Pak Salim

Pak Anto dan Ternak Ikannya
Di sawah, selain sawah yang luas, kami melihat sebuah kolam ikan yang atasnya ditutupi tali rafia. Kebetulan, si Pemilik ikan sedang di situ memberi  makan ikannya. Kami pun melakukan wawancara singkat dengannya. Setelah bertanya-tanya, ternyata ikan-ikan itu diberi makan sehari tiga kali dengan pelet ikan. Ikan yang Pak Anto miliki adalah jenis koi hias. Bila ikan-ikan itu sudah besar, mereka akan dijual. Ternyata, ternak ikan Pak Anto dimulai hanya dari hobi saja.


Wawancara dengan Pak Anto

Satu hal yang paling membuatku penasaran ketika wawancara adalah kegunaan tali rafia tersebut. Ternyata, tali-tali itu dipasang untuk melindungi ikan dari predatornya, burung. Sebenarnya, tali itu hanya untuk antisipasi saja. 

Narasumber lainnya
Selain yang tadi sudah kusebutkan, ada lagi beberapa narasumber lainnya. Mereka adalah Pak Dulkahar, Pak Eko, anaknya Pak Nuryatno, Dila, Mirda, dan orang tua asuhku sendiri. Sebenarnya, ketika kami bertanya-tanya dengan orang tua asuhku, kami hanya mengobrol biasa, bukan wawancara. Kami bertanya-tanya tentang budaya yang biasa dilakukan di dusun ini. Ternyata, ada pernikahan, nyadran (slametan), ruwahan (kenduri membuat tumpeng), ultah sanggar, dan sedekah dusun (slametan juga), serta ada halal bihalal mengitari rumah penduduk pada hari raya Idulfitri. Uniknya, warga yang beragama nonmuslim, juga ikut. Aku kagum sekali, persahabatan mereka di sana sungguh kuat.


 Mondar mandir mencari narasumber

Wawancara dengan peternak sapi

Kisah di Balik Festival Lima Gunung

Malam harinya, kami kembali berefleksi bersama, kegiatan ini adalah kegiatan wajib setiap malam sebelum menulis log book. Kakak-kakak seperti biasa membimbing refleksi. Refleksi pada malam hari ini rupanya bertemakan festival tadi siang yang tak begitu kunikmati. Kakak-kakak Jaladwara lalu menceritakan kisah di baliknya. Kini aku mengerti kenapa banyak sekali orang yang berminat datang ke sana, bahkan jauh-jauh dari luar negeri. Ternyata, festival itu memiliki keunikan tersendiri. Festival itu tak memakai sponsor atau membuat proposal SAMA SEKALI!!! Pengisi acara itu juga semua tidak dibayar, semuanya volunteer! Hebat sekali ternyata acara itu! 
Di acara itu mereka juga tidak memungut tiket masuk. Aku tak menyangka acara itu sehebat itu!


Saat refleksi


Aku dan Alesha melihat-lihat foto di kameranya

Setelah berefleksi bersama, kami membuat log book sampah, log book harian, dan catatan keuangan selama di Sumber.


Sumber foto: Tim Jaladwara









Komentar

Postingan Populer