Rahasia di Balik Gambar (Meeting 1)


Ketika ditawari oleh Mama untuk mengikuti kegiatan Rahasia di Balik Gambar yang diadakan oleh Kakak-kakak Jaladwara (Kak Inu, Kak Mel, dan Kak Rinta), aku langsung setuju untuk mengikuti acara itu, sehingga aku langsung saja mendaftar. Hari yang ditentukan dari acara itu pun datang. Kami menggunakan aplikasi online meeting bernama jitsi meet saat kegiatan ini. Setelah semua teman peserta hadir dalam online meeting room ini, acara segera dimulai. Petama-tama, acara ini dimulai dengan perkenalan peserta. Setelah itu, kami mulai masuk menuju pemanasan pengamatan lukisan. Kak Inu memberi kami sebuah lukisan yang ternyata berjudul Children Teaching a Cat to Dance, dan kami diajak memilih salah satu objek di lukisan itu untuk digambar di kertas kosong. Objek tersebut harus mewakili salah satu tekstur dari empat tekstur: halus, berbulu, kasar, atau licin.  Aku memilih objek sendok dari lukisan untuk kugambar, yang mewakili tekstur licin. Saat semua teman sudah selesai menggambar, kami menunjukkan gambaran kami secara bergiliran. Ketika ditanya oleh Kak Inu mengapa aku menggambar  objek sendok, aku hanya menjawab, “Karena objek sendok mudah digambar.” Memang, daripada menggambar objek anjing, misalnya, sendok jauh lebih gampang dan simple untuk digambar.


        Children Teaching a Cat to Dance        

                  Sesi pemanasan akhirnya selesai, dan kami lanjut ke gambar berikutnya. Bukannya lukisan, kali ini Kak Inu memberi kami sebuah foto. Sekarang kami diminta untuk mengamati foto itu dan beropini apa yang sedang terjadi pada foto itu. Dari aktivitas ini, aku jadi belajar beropini sendiri, dan mengutarakan pendapatku. Ketika melihat foto itu, awalnya aku berpendapat bahwa orang-orang di sana sedang mengantri menuju wahana kolam renang, karena baju mereka bisa dibilang cocok untuk wahana kolam renang, dan wajah cemas dari orang-orang yang berada ditangga mungkin disebabkan karena mereka tidak sabar menunggu antrian.Selain itu, aku juga mengamati ada beberapa orang yang mengenakan gelang kuning yang sama, yang biasanya kalau di tempat rekreasi orang-orang diberi gelang seperti itu pada tangannya. Namun, lama-lama aku mendapat gagasan lain, “Harusnya kalau mereka memang mengantri, posisi mereka berdiri, bukannya malah duduk,” pikirku. Lalu aku merubah pendapatku, kini aku berpikir bahwa mereka sedang berada di ruangan pengungsian ketika sedang terjadi bencana alam.  Ketika giliranku menyampaikan opini, aku menyampaikan opini yang kedua, yang menurutku lebih masuk akal dibanding yang pertama. Tentang gelang kuning, aku hanya menyampaikan pengamatanku saja dan berkata bahwa aku belum tahu apa maknanya.

          Foto ruang pengungsian

                  Menariknya, salah satu yang mengutarakan pendapatnya setelahku menjadikan pengamatanku menuju opini, bahwa beberapa orang yang memakai gelang serupa sepertinya adalah satu keluarga, dan teman lain mengatakan bahwa menurutnya karena tempat kejadian lukisan itu berada di rumah sakit, orang yang sama-sama menggunakan gelang kuning itu sama-sama habis disuntik.
                Ketika semua teman telah mengutarakan pendapatnya, Kak Inu bertanya apakah ada yang mau mengganti pendapat atau tidak setuju dengan opini teman lain. Ternyata ada yang mau mengganti pendapat dan ada pula yang mendebat pendapat teman lain. Perdebatan berlangsung seru, aku kini merasa rugi tidak ikut dalam perdebatan, dan aku memutuskan akan ikut serta dalam debat dalam acara berikutnya yang akan diadakan beberapa hari lagi.
                Sesi pengamatan foto pertama akhirnya usai, dan kami semua diberi tahu sebenarnya foto apa itu. Foto itu ternyata foto pengungsian ketika kejadian bencana alam bada tropis tahun 2014 di Mexico. Setelah mendengar kisah di balik foto itu, aku tidak kaget dengan kejadian yang sebenarnya terjadi. Ternyata tebakanku dan teman-teman lain hampir menyerupai kisahnya.  Menurutku mungkin alasan si Photographer untuk memotret bagian ruang pengungsian adalah agar kita melihat bahwa dalam suatu bencana alam banyak orang berwajah cemas, namun tetap ada orang yang tetap tenang.
                Sekarang kami lanjut ke foto yang kedua. Seperti foto yang pertama, instruksinya masih sama. Kali ini pendapatku untuk foto itu adalah jelang buka puasa bersama di timur tengah, karena orang-orang di situ terlihat belum makan, dan beberapa terlihat sedang berdoa.  Awalnya mataku tertuju pada mobil yang berada di tengah-tengah kerumunan, tapi jika dilihat dari mata orang-orang disitu matanya seperti tidak tertuju pada mobil itu, melainkan pada suatu titik lain, jadi aku segera mengalihkan perhatianku. Ternyata setelah diberi tahu dari Kak Inu, kejadian di foto itu memang acara buka puasa bersama di Dubai, Uni Emirat Arab.

              Foto buka puasa bersama  
                
                 Akhirnya acara ini selesai, aku senang dengan kegiatan ini, karena seru dan aku mendapat banyak hal baru dan manfaat. Seperti yang sudah kukatakan tadi, aku jadi belajar mengeluarkan pendapat, yang tidak harus sama dengan orang lain. Selain itu, karena semua teman memiliki pendapat yang berbeda-beda, ternyata salah itu tidak masalah, dan aku jadi belajar menjadi pendengar yang baik. Intinya kegiatan ini sangat bermanfaat bagiku! :)

Sumber foto:
Foto 1: Lukisan berjudul Children Teaching a Cat to Dance, Known as ‘The Dancing Lesson’ karya Jan Havicksz

Foto 2. Foto karya fotografer Victor R. Caivano

Foto 3. Foto karya fotografer Francois Nel



Komentar

Postingan Populer